Part 2
Seoul, siang hari di sebuah butik.
”Oppa, kau bicara apa?”
”Oh ... anii, hanya saja aku merasa .... kau tidak mencintaiku
....”
”Oppa … ” Hyorin kaget mendengar ucapan tunangannya itu.
Hyorin, apa kau benar-benar mencintaiku? Aku merasa hatimu tidak sepenuhnya untukku
…
Keduanya diam membeku dengan
pikirannya masing-masing.
“Oppa, kau …”
Tiba-tiba seseorang datang
menghampiri keduanya.
”Ah, Yoochun-ssi ...” Hyorin kaget melihat kedatangan Yoochun.
Jeongmal yeppeoyo ... batin Yoochun dalam hati melihat Hyorin
memakai gaun pengantin.
”Annyeonghaseyo, Hyorin-ssi ... Jaejoong-ssi.”
sapa Yoochun seraya menganggukkan kepala.
Jaejoong menoleh ke belakang.
”Ah, Yoochun-ssi! Kau disini? Kau sedang fitting baju
juga?”
Ah, jadi benar ... mereka sedang fitting baju, itu
artinya mereka akan menikah.
”Ah, anii. Aku hanya mampir saja. Kebetulan pemilik butik ini
adalah Ibuku.”
Hyorin kaget, dia baru tahu kalau
pemilik butik ini adalah eomma-nya Yoochun. Selama berteman dengan
Yoochun, Hyorin memang tak pernah sekalipun tahu kalau eomma Yoochun
adalah seorang designer dan memiliki butik. Hyorin memang
mengenal eomma Yoochun tapi ini adalah pertama kalinya Hyorin
datang ke butik yang sengaja dipilih oleh Jaejoong. Sekarang Hyorin sedikit
menyesal kenapa dia harus datang dan memesan baju di butik itu.
”Whoaa!! Benar-benar kebetulan.” ujar
Jaejoong.
Hyorin setengah tersenyum.
“O ya, bagaimana pengantinku? Cantik bukan?”
Jaejoong meminta pendapat Yoochun tentang gaun yang dipakai Hyorin.
“Otteyo ...?”
"Kalian sangat serasi." jawab Yoochun
singkat.
Lalu senyum pun mengembang di
wajah Jaejoong.
Tuhan, sebenarnya apa yang ingin kau tulis
untuk takdirku? ucap
Hyorin gelisah dalam hatinya.
***
Han River’s Cafe, the Reunion.
Hyorin berdiri di depan sebuah kafe.
Brukkk!!!
”Ah!”
Tiba-tiba seseorang menubruk bahu Hyorin dari
belakang. Refleks Hyorin menoleh.
”Hyorin!”
Hyorin tersenyum melihat siapa yang ada di
hadapannya kini. Ryu Hwayoung dan Park Sooyoung, dua sahabat dekatnya semasa
kuliah dulu. Ketiganya pun berpelukan. Diantara semua teman-temannya, Hyorin
memang paling akrab dengan Hwayoung dan Sooyoung. Kemanapun Hyorin pergi, kedua yeoja itu
hampir selalu bersamanya. Kalau sekarang Hyorin bekerja di sebuah penerbitan,
Hwayoung bekerja di sebuah perusahaan asing sebagai arsitek. Sedangkan Sooyoung
meneruskan usaha Appa-nya di bidang properti. Meskipun berpisah
cukup lama setelah kelulusan, apalagi ketiganya sudah sibuk dengan pekerjaannya
masing-masing, tapi ketiga yeoja itu tetap berusaha menjaga
kontak. Seperti pertemuan kali ini, Sooyoung-lah yang mempunyai ide untuk
mengadakan reuni kecil bersama beberapa teman seangkatan mereka di kampus dulu.
“Kau baru datang?” tanya Hwayoung.
Hyorin mengangguk.
Kemudian Hwayoung mengajak Hyorin masuk ke
dalam. Saat ketiganya datang, sekumpulan orang di sebuah meja besar menyambut
mereka. Ada sekitar tujuh orang yang ikut duduk di sana, tiga diantaranya
perempuan. Mereka adalah teman satu almamater dengan Hyorin. Reuni kecil yang
merupakan ide Sooyoung itu ternyata hanya bisa dihadiri oleh 11 orang saja.
Sooyoung-lah yang mengkoordinir mereka untuk datang ke Han River’s Cafe, salah
satu kafe terkenal diantara deretan kafe yang ada di tepi Sungai Han. Dulu saat
kuliah, mereka sering menghabiskan waktu disana. Entah untuk membahas tugas
kuliah ataupun sekedar makan-makan.
“Kalian sudah lama?” tanya Sooyoung seraya
menarik sebuah kursi.
Di meja tampak beberapa hidangan khas Korea seperti kimbap, bulgogi, ddeokbokki,
dan juga kimchi. Selain itu ada beberapa macam juice dan
minuman kaleng berjajar rapi di tepinya. Beberapa orang sudah menyantap
berbagai hidangan yang telah disediakan itu. Sementara yang lain hanya
menikmati minumannya saja.
Seluruh tempat duduk telah terisi penuh. Hanya
ada satu kursi yang kosong, tepat di depan seorang namja berkemeja
biru dipadu dengan jas hitam klasik. Lalu Hyorin menganggukan
kepala sebagai tanda hormat pada namja di seberangnya itu,
Park Yoochun. Yoochun juga membalasnya dengan anggukan kecil. Keduanya tampak
kikuk.
“Hyorin-ssi, kudengar kau akan menikah?”
tanya salah seorang namja yang duduk di pojok, Lee Jungshin,
teman Hyorin yang merupakan anak direktur sebuah departement store terkenal
di Seoul.
Hyorin hanya tersenyum lalu mengambil sesuatu
di tas Artemis-nya. Setumpuk undangan berwarna merah marun dengan pita putih di
pojok kanan atasnya. Design-nya terlihat elegan. Hwayoung dan
Sooyoung ikut membagikan undangan tersebut. Hyorin memang sengaja membawa
undangan pernikahannya karena yeoja itu berpikir mungkin ini
adalah saat yang tepat untuk mengundang teman-temannya.
“Aku berharap kalian bisa datang berbagi doa
untukku.” ucap Hyorin.
“Chukkae, Hyorin-ssi!”
seorang yeoja dengan blazer hitam, Song Jieun, memberi ucapan
selamat pada Hyorin.
Hyorin tersenyum dan mengangguk. Sesaat
kemudian matanya bertemu pandangan dengan mata Yoochun yang duduk tepat di
depannya.
Chukkae, Rin-ah ...
Semua orang tampak bergembira, kecuali Yoochun. Namja itu
terlihat murung. Hanya sesekali wajahnya berusaha menyunggingkan sebuah senyum
datar. Di seberangnya, Hyorin menangkap ekspresi datar milik Yoochun. Namun
Hyorin berusaha mengalihkannya dengan banyak mengobrol bersama yang lainnya.
Hyorin tak ingin perasaannya tambah kacau karenanya.
Satu jam kemudian ....
Tepi Han River, setelah reuni berakhir.
“Annyeong, Yoochun-ssi ..”
suara lembut seorang yeoja menyadarkan lamunan Yoochun yang
berdiri di tepi jembatan Han River.
Malam ini langit terlihat cerah
bertabur bintang. Beberapa bintang nampak ikut memancarkan kelipnya, membuat
sungai kebanggaan orang Korea
itu bersinar seperti serpihan emas.
”Oh ... Hyorin-ssi ...” Yoochun menoleh ke arah yeoja yang
memakai blazer berwarna kuning gading dengan rambut tergerai itu sudah
berdiri di sampingnya itu.
Reuni telah berakhir sekitar satu jam yang lalu. Setelah berpamitan satu
sama lain, acara itu pun bubar dengan sendirinya. Ada yang langsung pulang ke
rumahnya namun ada juga yang masih betah menikmati malam di kota Seoul, seperti
Yoochun. Yoochun memilih untuk berjalan-jalan di sekitar Han River. Namja itu
ingin menikmati udara malam yang sangat dirindukannya. Yoochun sering
menghabiskan waktunya disini. Yoochun merasa dengan memandang air Sungai Han,
hatinya sekejap menjadi tenang.
Saat tengah menatap hamparan sungai di hadapannya sambil melamun, Hyorin
datang menghampirinya.
”Sudah lama ya?” ucap Hyorin tiba-tiba.
Yoochun terlihat kikuk dengan kehadiran yeoja itu.
Keduanya kini berdiri di tepi jembatan Han River dengan pikirannya
masing-masing yang mengembara entah kemana.
Jjinja orenmanida, Hyorin-ah ...
-Flashback-
Seoul National University, the Graduation.
Tampak jelas wajah-wajah bahagia karena telah menyelesaikan studi-nya
dengan baik. Semua nampak bergembira. Semua yeoja memakai hanbok dengan style-nya
masing-masing, sedangkan para namja memakai setelan jas hitam
lengkap dengan dasinya. Termasuk seorang namja dengan setelan
jas hitam yang sibuk berkeliling mengucapkan selamat pada sesama temannya yang
juga diwisuda hari itu. Hari itu senyum pun tak lepas dari wajahnya. Tak lupa
mereka saling berpesan untuk tetap menjaga persahabatan dimanapun mereka nanti.
Lalu seseorang yang amat dikenal dan hampir selalu memenuhi pikirannya
tiba-tiba muncul di depannya dengan hanbok warna dominan hijau
muda dan pink. Rambut hitamnya diikat di pinggir sebelah kiri
lalu diberi hiasan jepit bunga lily putih. Terlihat manis.
Tangan kirinya masih memegang map berisi ijazah kelulusannya
beserta sebuah buket bunga mawar kecil. Wajahnya menampakkan sebuah senyum yang
khas dengan sebaris giginya yang rapi. Yeoja itu, Kim Hyorin,
berdiri mematung menatap Yoochun. Begitupun dengan Yoochun. Untuk sesaat ada
ruang hening diantara keduanya.
“Chukkae, Yoochun-ssi ....” ucap Hyorin seraya
memberinya sebuah pelukan kecil.
Yoochun kikuk membalas pelukan yeoja itu.
“Kau juga, chukkae ...” balas Yoochun.
Hyorin melepaskan pelukannya dan
tersenyum pada Yoochun. Tiba-tiba ada sebuah buket bunga besar muncul di
hadapan Hyorin dan Yoochun, memberi sekat diantara keduanya. Hyorin terkejut,
begitu pula dengan Yoochun. Seorang namja dengan setelan jas
hitam yang membawa buket bunga besar berisi rangkaian mawar merah dan pink itu
langsung memeluk Hyorin.
Siapa namja ini? Sepertinya aku pernah melihatnya
... tanya Yoochun
dalam hatinya seraya mengamati namja yang sedang memeluk
Hyorin.
Namja itu, Kim Jaejoong, melepaskan pelukannya dan melihat ke arah Yoochun.
“Nugu?” tanya Jaejoong pada Hyorin.
Yoochun hanya mengangguk pelan pada namja yang belum
dikenalnya itu.
“Ah ...” Hyorin dengan ragu ikut melihat ke arah Yoochun.
Ah, sepertinya aku harus pergi dari sini .... Yoochun memutuskan untuk pergi dari
hadapan keduanya.
Saat hendak melangkah pergi, Jaejoong malah memintanya untuk mengambil
fotonya dengan Hyorin.
”Jogiyo ... bisa tolong ambil gambarku dan Hyorin?”
Sekilas wajah Hyorin menampakkan ekspresi terkejut yang sama dengan
Yoochun saat mendengar permintaan namja itu. Akhirnya,
dengan terpaksa Yoochun mengambil kamera di tangan namja itu
dan mengarahkan kamera ke wajah keduanya.
”Senyum ... hana, dul,
sit ....” Yoochun memberi aba-aba.
Hyorin berusaha menampakkan
senyum sewajarnya. Hyorin menggandeng erat lengan namja itu
dan menyandarkan kepala di bahunya. Hal itu membuat Yoochun sedikit gemetar
saat mengambil foto keduanya karena menahan rasa gemuruh di dadanya.
Park Yoochun, kau masih saja sebodoh ini! Yoochun memarahi dirinya sendiri.
-Flashback End-
Yoochun pun tersenyum mengingat
kenangan saat kelulusan itu. Saat itu, pertama kalinya Yoochun melihat Hyorin
sangat akrab dengan seorang namja. Dan Yoochun baru ingat kalau namja yang
bersama Hyorin kala itu adalah namja yang sama yang akan
menikah dengan Hyorin minggu depan. Mungkin karena perkenalan yang singkat
pula, Jaejoong juga tak ingat dengannya saat bertemu di pesta Yunho beberapa
waktu yang lalu.
”Ne, sejak kelulusan
kita.” jawab Yoochun singkat.
Keduanya kembali terdiam. Hyorin membalikkan badannya lalu bersandar di
tepi jembatan. Rambut hitamnya setengah berkibar diterpa angin. Sementara
Yoochun masih tak mengalihkan pandangan matanya dari sungai yang ada di
depannya.
”A ... aku ... akan menikah minggu depan.”
Deg!
Yoochun menatap Hyorin tanpa ekspresi.
”Chukkae!” ucapnya singkat.
Yoochun seolah menampakkan wajah tidak peduli. Padahal dalam hatinya,
Yoochun merasakan sesuatu yang sedikit menyakitkan. Ada banyak hal yang
sebenarnya ingin diungkapkannya pada yeoja itu. Namun dia tak
ingin Hyorin tahu, dia memilih memendam semuanya sendiri.
”Kalau ada waktu, datanglah.”
Yoochun hanya mengangguk pelan.
”Geurom, aku pulang dulu ...” Hyorin pamit pulang lebih dulu.
”Ne.”
Apa kau tak ingin mengatakan sesuatu padaku,
Yoochun-ssi ...? Hyorin
menatap namja di hadapannya dengan wajah kesal bercampur sedih.
”Selamat tinggal ...” Hyorin pun berlalu dari hadapan Yoochun.
Aku tak punya apapun untuk kukatakan padamu. Aku
terlalu bodoh. Hyorin-ah, mianhe ...
Yoochun hanya mampu memandangi yeoja itu hingga
punggungnya menjauh. Lalu Yoochun ikut beranjak pergi dengan mengambil arah dan
jalan yang berbeda dari Hyorin.
Selamat tinggal … apa hanya
itu yang bisa kuucapkan untukmu? Hyorin menengok ke belakang tepat
saat Yoochun sudah pergi menjauh.
Yoochun berjalan seraya
memandangi cerahnya langit malam itu
Chukkae, Rin-ah ....
***
Yoochun’s POV
Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Kucoba
memejamkan mata tapi tak bisa. Semua pikiranku tertuju pada sebuah nama. Nama
seorang yeoja yang hampir kuhapus semua tentang ingatannya,
tapi kini muncul lagi dengan senyum yang tak akan pernah bisa kulupakan.
Kim Hyorin, kenapa kau harus muncul lagi?
Mungkin ini adalah kebodohanku. Kenapa
waktu-waktu yang pernah kulewatkan bersamanya kubiarkan begitu saja? Kenapa aku
tak berani mengungkapkan perasaanku padanya. Aku menyesal tak memberitahunya
saat itu juga, saat kami masih bersama.
Ya, aku sudah jatuh terlalu dalam padanya.
Entah sejak kapan aku menyukai semua yang ada dalam dirinya. Aku menyukai
caranya berjalan. Aku menyukai caranya tertawa. Aku merindukan saat-saat kami
menghabiskan waktu untuk mendiskusikan tentang arsitektur sebuah bangunan. Ya,
semasa kuliah dulu aku dan Hyorin sering berdebat tentang bagaimana kami akan
membangun rumah masa depan kami masing-masing. Aku suka sekali berdiskusi
dengannya karena dia adalah yeoja yang cerdas.
Tapi selama itu pula tak sekalipun aku berani
mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya. Aku hanya bisa memandanginya dari
jauh. Memang selama aku berteman dengannya, tak pernah sekalipun aku mendengar
atau melihat dia berhubungan serius atau berkencan dengan namja lain.
Meskipun aku tahu tak sedikit mahasiswa di kampusku yang mengejar-ngejar
cintanya, tapi Hyorin tetap tak bergeming. Dia tak memperdulikannya. Mungkin
dia sudah mempunyai orang yang istimewa di hatinya, tapi aku tak tahu itu
siapa. Dan sejujurnya aku tak ingin tahu. Aku takut aku tak bisa menerimanya.
Aku beralih ke meja kerjaku. Kuambil sebuah
album photo yang terselip diantara tumpukan buku yang kutata rapi diatas meja.
Pelan kubuka album tersebut. Dan nampaklah foto-foto yeoja yang
kukagumi, Kim Hyorin.
Satu persatu kubuka lembaran album photo itu.
Ada banyak moment dimana ada Hyorin didalamnya yang kuabadikan
lewat kamera.
Doushite
kimi ni nani mo tsutaerarenakattan darou
Mainichi
maiban tsunotteku omoi
Afuredasu
kotoba
Wakatteta
noni
Mou
todokanai1
Tanpa sengaja mataku menangkap wedding
invitation yang diberikan Hyorin kemarin saat reuni dengan teman
kampus lainnya.
Ya, dia akan menikah minggu depan. Menikah.
Lalu kau akan kehilangan kesempatan itu untuk
selamanya, Park Yoochun!
Kubuka lagi lembar berikutnya. Ada foto Hyorin dengan hanbok hijau muda
saat wisuda. Dia terlihat ceria, dan cantik. Itu foto terakhir yang kuambil.
Karena sejak kelulusan itu, aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Kami sudah
memilih jalan kami sendiri-sendiri.
Kuusap lembut foto itu. Kubaca kata-kata dalam bahasa Jepang yang
kutuliskan dibawahnya.
Doushite kimi wo suki ni natte shimattan darou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wa zutto
Koko ni iru to omotteta noni
Mou
kaerenai2
Aku sampai pada lembar terakhir yang ternyata
masih kosong. Hanya ada foto Hyorin sedang duduk sambil menopang dagu. Aku
ingat, saat itu Hyorin sedang berkumpul dengan teman-temannya di taman kampus.
Dan Hyorin tidak sadar kalau aku sedang mengambil gambarnya. Hasilnya? Aku
menyukai ekspresi lepasnya. Sungguh, dia terlihat sangat cantik. Membuatku
selalu rindu akan senyuman di wajahnya. Sampai kapanpun aku tak akan pernah
lupa senyum itu.
Senyum yang mungkin .... bukan untukku.
Kuambil pena lalu aku mulai menulis diatasnya.
niga haengbokhal su itdamyeon geuman
ije geuman3
***
Hyorin’s POV
Aku tengah memandangi sebuah foto
polaroid yang hampir usang. Aku hampir lupa kapan foto ini diambil, sudah lama.
Fotoku dengan seorang namja. Foto yang diambil saat kami masih
melalui masa-masa kampus bersama. Aku ingat saat itu kami tengah membahas tugas
kuliah bersama di taman kampus. Aku tertawa melihat pose kami
yang agak kaku.
Yoochunnie memang kaku ...
Aku teringat kembali saat kami
masih bersama menjalani aktivitas kami sebagai mahasiswa di Seoul National
University, universitas terpopuler di Korea. Meski
bukan tetangga dekat tapi aku sudah mengenalnya sejak masih SMA. Saat itu kami
sama-sama bergabung di klub majalah sekolah. Yoochun sebagai ketuanya dan aku
sekretarisnya. Ya begitulah, aku dan Yoochun sama-sama menyukai dunia menulis.
Jadi sebenarnya tidak mengherankan kalau akhirnya aku lebih memilih berkutat di
dunia penulisan ketimbang dunia arsitektur. Yoochun sendiri, meskipun dia
bekerja sebagai arsitek di sebuah perusahaan asing tapi dia masih aktif
menulis. Buktinya, novel yang dibuatnya akan diterbitkan oleh perusahaanku.
Lalu kebetulan aku dan Yoochun
sama-sama meneruskan studi kami di jurusan arsitektur. Otomatis kami banyak
menghabiskan waktu bersama. Kami sering mendiskusikan berbagai macam hal yang
berkaitan dengan dunia arsitektur.
Dan sepertinya aku sudah jatuh cinta padanya.
Setiap kali bersamanya, kurasakan jantungku berdebar lebih kencang. Tapi aku
malu untuk mengungkapkannya. Aku hanya diam saja hingga suatu ketika kutemukan
sebuah diktat di perpustakaan kampus. Ketika kubuka, ada selembar foto jatuh.
Dan betapa terkejutnya aku ketika aku tahu bahwa foto yang terselip dalam
diktat itu adalah fotoku. Ternyata diktat itu adalah milik Yoochun! Aku sempat
berpikir untuk apa dia menyimpan fotoku. Apalagi foto itu sepertinya dia
mengambilnya diam-diam, saat aku sedang tersenyum sambil menopang dagu.
Aku tak pernah tahu bagaimana
perasaan Yoochun yang sebenarnya, bahkan sampai detik ini. Selembar foto tak
mampu membuktikan apa-apa. Yoochun pun tak pernah mengatakan apapun. Dan aku
juga tak ingin berharap terlalu tinggi. Aku takut jatuh dan sakit. Akhirnya
perlahan aku mencoba melupakan semuanya. Semua kenanganku dengan Yoochun.
Kutinggalkan dunia arsitektur yang kucintai. Kuputuskan untuk berkonsentrasi di
dunia penulisan. Aku berusaha menghilangkan semua ingatanku tentang namja itu
dengan menulis. Hingga aku bertemu dengan seseorang yang mampu meluluhkan
hatiku.
Seseorang itu, Kim Jaejoong, namja yang
akan menikah denganku minggu depan. Jaejoong Oppa, seseorang yang
dulu kutolak mentah-mentah tapi dia tak berhenti untuk menyerah. Aku pernah
bilang padanya kalau aku tak bisa mencintainya dengan baik tapi dia bilang dia
akan menungguku. Kapanpun itu. Dia tidak pernah memaksaku untuk mencintainya
tapi semua perhatiannya membuatku akhirnya jatuh cinta padanya. Dia seperti
malaikat bagiku. Dia yang membantuku untuk melupakan semuanya. Melupakan sesuatu
yang menyakitkan tentang masa lalu.
Aku memutuskan untuk menerima lamaran Jaejoong
dan menikah dengannya. Dia namja yang baik, aku tak ingin
menyakitinya. Dia terlalu baik untuk disakiti. Dulu aku hampir putus asa dengan
perasaanku, tapi perlahan aku mencoba untuk menumbuhkan perasaanku padanya.
Pelan-pelan aku mulai merasakan bahwa aku sering merindukannya, entah sejak
kapan itu. Aku merindukan semua candanya ketika dia mulai sibuk dengan
pekerjaannya. Ketika dalam seminggu dia hanya bisa menemuiku satu kali saja.
Tapi meskipun begitu, Jaejoong tak pernah lupa mengirimiku pesan lewat sms atau
telepon. Setiap pagi dia pasti membangunkanku dengan teleponnya. Aku sampai
berpikir lucu apa dia tak bosan setiap pagi selalu meneleponku hanya untuk
mengucapkan “selamat pagi”. Mungkin itu juga yang akhirnya membuatku luluh. Aku
sadar bahwa dia begitu mencintaiku dan aku tak mungkin mengabaikan cintanya
begitu saja.
Beep. Beep.
Ada pesan masuk diponselku. Kulihat nama
pengirimnya. Jaejoong Oppa.
Kau sudah makan?
Aku baru saja pulang.
Aku merindukanmu, uri koyangi ...
^^
Aku tersenyum membacanya. Kubalas pesannya.
Istirahatlah, Oppa.
Aku juga merindukanmu ...
^^
Sent.
Tiba-tiba mataku tertuju pada cincin yang
melingkar di jari manisku. Cincin yang Jaejoong berikan saat melamarku di
Namsan Seoul Tower waktu itu. Jaejoong yang humoris tapi sangat romantis. Dia
selalu tahu bagaimana cara membuatku terharu dengan semua kejutan dan perhatian
yang dia berikan. Dia selalu tahu bagaimana cara membuatku tertawa. Dia selalu
terlihat dewasa dan .... tampan!
Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk
tidak menyakiti perasaannya. Aku sudah berjanji eomma-nya untuk
mencintai Jaejoong sepenuh hati. Aku tahu itu sulit tapi pelan-pelan aku
mencoba menguatkan perasaanku padanya.
Aku teringat sesuatu. Kuambil sebuah kotak di
laci meja sebelah tempat tidur. Kubuka kotak itu. Lalu nampaklah sebuah
gulungan syal berwarna merah menyala. Syal yang kurajut sendiri saat kuliah
dulu. Kuingat lagi bagaimana aku merajutnya siang malam tanpa henti. Bahkan
jari-jariku sampai terluka karenanya. Syal yang ingin kuberikan pada seseorang
tapi sampai sekarang masih tertahan di laci kamarku. Aku tak lagi berniat untuk
memberikannya pada orang itu.
Kupandangi syal merah itu.
Park Yoochun, babo!
***
Jaejoong’s POV
Hal yang paling sulit di dunia
ini adalah memenangkan hati seseorang.
Kusandarkan kepalaku di kursi seraya menatap
langit-langit ruang kantorku. Aku masih di kantor, entah kenapa rasanya aku
belum ingin pulang. Beberapa pegawai lain juga masih sibuk dengan
pekerjaannya. Seharian ini pikiranku agak kacau. Mungkin ini yang
namanya sindrom prewedding. Rasanya degup jantungku makin hari makin kencang
saja.
Hyorin-ah, kenapa aku harus jatuh cinta padamu ....?
Jaejoong menghembuskan nafasnya
pelan.
Kau jahat Hyorin-ah, kau sudah
menjeratku dengan rantai yang tak bisa kulepaskan ....
TO BE CONTINUED ....
Mianhe, aku buat jadi 3 part ....
XD
Karena aku pikir biar readers gak
kelamaan nunggunya.
Juga biar gak kepanjangan.
Semoga part 3 bisa kuposting
besok.
Part 3 akan kujadikan ending yang
baik.
terima kasih atas kesetiannya
membaca tulisan-tulisan
justhyolyn :)
Diksi :
Jeongmal yeppeoyo :
benar-benar cantik
Otteyo : bagaimana
Appa : ayah
Chukkae : selamat
Jjinja orenmanida :
benar-benar lama tidak berjumpa
Nugu : siapa
Jogiyo : kau yang disitu/
permisi
Geurom : kalau begitu
uri : kami
koyangi : kucing
babo : bodoh
Footnote :
1Lirik lagu
Doushite-nya DBSK
Why couldn't I call out to you
at all?
Every day and night growing
emotions
And words overflow
But I realized that
They'd never reach you again
2Lirik lagu
Doushite-nya DBSK
Why did I end up falling for
you?
No matter how much time has
passed
I still thought you were right
here
Now we can't turn back
3Jika kau bisa
bahagia, aku akan berhenti sekarang ... berhenti.