Sedang mengambil segelas mocktail di
salah satu meja, seseorang menepuk bahunya. Yoochun menoleh ke belakang dan
seketika terkejut menatap sosok di hadapannya. Seketika
lintasan masa sepuluh tahun yang lalu bermunculan di pikirannya. Kini
dihadapannya berdiri seorang yeoja yang terlihat cantik
memakai gaun pendek berwarna merah hati dengan rambut tergerai dan sedikit
riasan di wajahnya. Seorang yeoja yang sangat dikenalnya,
bahkan meski hampir sepuluh tahun berlalu bayangan yeoja itu belum hilang dari
ingatannya. Yeoja yang menjadi alasannya hingga saat ini belum
ingin mengikat janji setia dengan yeoja manapun. Mereka bertatapan cukup lama hingga sadar bahwa keduanya belum saling
menyapa.
”Apa
kabar ... Yoochun-ssi?”tanya yeoja yang terlihat anggun
dengan dress merah hatinya itu membuka pembicaraan.
Yoochun
tergagap menjawabnya. Hampir saja gelas mocktail yang dipegangnya jatuh.
”A...
aku ... baik-baik saja. Kau?”
Hyorin, yeoja itu
tersenyum.
Senyuman
itu, aku masih mengingatnya dengan jelas....
”Aku baik.”
Keduanya kembali saling menatap satu
sama lain, sepertinya kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan perasaan mereka
setelah sekian tahun tidak bertemu. Namun kedatangan seseorang yang lain
sedikit mengacaukan pertemuan pertama mereka sejak sepuluh tahun yang lalu.
”Kau disini?”
Yoochun terkejut melihat seorang namja tampan
yang memakai jas hitam dengan santainya melingkarkan tangannya di pinggang
Hyorin. Begitu pula Hyorin yang terlihat kaget saat tangan namja itu
melingkar di pinggangnya.
”Ah ... ne, Jae-ssi kenalkan
ini ...”
Jaejoong mengulurkan tangannya dan
disambut Yoochun.
”Annyeonghaseyo...”
”Annyeong, aku tunangan Hyorin,
Jaejoong ... Kau?”
Tu ...
tunangan ...??
Yoochun kembali terkejut demi
mendengar Jaejoong memperkenalkan dirinya sebagai tunangan Hyorin. Hyorin pun
tak kalah terkejutnya mendengar ucapan perkenalan Jaejoong.
”Ah, aku teman kuliahnya dulu.
Yoochun.”
Ah,
jadi dia sudah bersama yang lain ...
”Oh kalian teman kuliah? Tapi aku tak
pernah melihatmu?” tanya Jaejoong seraya mengernyitkan dahinya.
Yoochun berusaha menampakkan
senyumnya. Sementara Hyorin hanya diam saja sambil sesekali menatap Yoochun
yang terlihat salah tingkah di depannya.
”Tentu saja, kami tidak pernah bertemu
sejak kelulusan kuliah. Kebetulan aku diundang Yunho-ssi ke pesta
ini.”
”Oh
... kau kenal dengan Yunho juga?”
Yoochun
lagi-lagi tersenyum. Hyorin mengambil segelas mocktail yang ada di sampingnya
dan meminumnya.
“Ne,
dia kakak tingkatku di kampus dulu dan kebetulan kami masih mempunyai hubungan
keluarga. Dia masih kayak sepupuku.”
“Whooaa, kebetulan sekali kita
berjumpa disini. Dulu aku dan Yunho satu angkatan di kampus... berarti kita
satu kampus tapi kenapa aku tidak pernah melihat wajahmu? Hmm ... Yunho juga
tidak pernah cerita punya sepupu ....”
Yoochun dan Jaejoong sama-sama
tertawa.
”Ya, Hyorin-ah ... kau
juga tidak pernah mengenalkanku padanya?” tanya Jaejoong sambil memandang
wajah yeoja di sampingnya.
Hyorin hanya tersenyum datar.
Kalau
aku mengenalkanmu padanya, mungkin cerita kita tidak akan sampai disini ....
”Oya,
aku kesana sebentar ... ada yang harus kubicarakan dengan Yunho.” Jaejoong
pamit meninggalkan Hyorin dan Yoochun kembali berdua saja.
Jaejoong
berjalan menghampiri Yunho yang sedang berbincang dengan seorang temannya. Tak
lama kemudian, mereka bertiga nampak tertawa-tawa, entah apa yang mereka
bicarakan.
“Tunanganmu
seorang arsitek juga?” tanya Yoochun.
Tunangan?
Dia menanyakan Jae? Oh … Kenapa kita harus bertemu di tempat
seperti ini, bersama dengan Jae pula … Yakk!! Hyorin babo, apa yang kau
pikirkan? Kenapa kau merasa terancam dengan kehadiran tunanganmu sendiri??
"Hyorin-ssi ... Hyorin-ssi ..."
Hyorin tersadar dari lamunannya dan
mendapati Yoochun menatap bingung ke arahnya.
“Ah, ne … Dia dan Yunho-ssi satu
kelas di kampus. Mereka pernah bekerja sama dalam sebuah proyek pembangunan
gedung pemerintah.”
Hmm, dia memang pantas bersanding denganmu…
“Kau sendiri … bekerja dimana sekarang?” tanya Hyorin
mengalihkan pembicaraan tentang Jaejoong.
“Aku? Aku hanya pekerja biasa, arsitek
yang bekerja pada orang lain.”
“Eh?”
”Kau sendiri, apa kau satu kantor
dengan tunanganmu?”
Hyorin tertawa kecil.
”Anii...”
”Lalu?”
”Kau pasti terkejut kalau tahu
profesiku sekarang.”
”Wae?”
”Aku sudah lama membuang impianku
untuk menjadi arsitek.”
”Maksudmu?”
Hyorin meneguk kembali mocktail
ditangannya untuk menenangkan rasa gugup karena namja di
hadapannya itu.
”Aku memilih menjadi editor buku.”
Yoochun terkejut.
Solma
...? Naskah itu ?
Hyorin tersenyum melihat ekspresi
kaget namja itu.
”Kenapa?”
”Ah, aniiya ...”
”Itu lebih menyenangkan bagiku.”
”Geunyang ... dulu aku
melihatmu begitu bersemangat merancang impianmu menjadi arsitek.”
Itu
karena seseorang, Yoochun-ssi ...
”Itu dulu, Yoochun-ssi. Dan aku
lebih menyukai pekerjaanku saat ini.”
Dia
tidak pernah berubah, mengambil jalan yang disukainya.
Hyorin melihat Jaejoong melambai ke
arahnya dan membuatnya terpaksa menghentikan pembicaraannya dengan Yoochun.
Diletakkannya gelas mocktail yang tadi dipegangnya.
”Ah, mianhe Yoochun-ssi ...
aku pulang dulu. Jae sudah menungguku.”
”Oh ... gwenchana.”
”Annyeong ...”
Hyorin hendak melangkah pergi, tapi
tertahan.
"Eh ... Hyorin-ssi ... bisakah
kita bertemu .... lagi?"
Deg!
Jantung Hyorin serasa memompa lebih
cepat. Rasa gugup benar-benar menjalarinya kini. Wajahnya mungkin telah bersemu
merah.
Yoochun mengembangkan senyumnya.
Bahkan namja itu menampakkan senyumnya ...
"Ne ... tentu saja." Hyorin membalas senyumnya dan berlalu dari
hadapan namja itu.
Yoochun menatap kepergian Hyorin
dengan banyak rasa gelisah melingkupi hatinya. Entah apa, Yoochun sendiri
bingung dengan perasaannya yang baru saja bertemu dengan yeoja itu.
Ah,
sebuah kebetulankah kita bertemu lagi Hyo?
*****
Hyorin’s POV
Sepuluh tahun berlalu dan aku bertemu dengannya kembali.
Dia, yeoja yang hadir dalam semua mimpiku ....
Sampai pada kalimat ini, membuatku
tertegun. Setiap kalimat dari naskah yang sedang kuedit ini mengingatkanku pada
seseorang. Dan entah kenapa aku merasa bahwa aku mengenal kisah ini. Aku
penasaran dengan penulisnya. Tapi sampai detik ini aku belum bisa bertemu
dengannya. Karena penulis yang memakai nama Rooftop Prince itu beberapa kali
kusuruh datang ke kantor ternyata belum bisa. Dia bilang dia sedang banyak
pekerjaan di kantornya jadi belum ada waktu untuk menemuiku. Novel yang diberinya judul ”Langit dan Sebuah Bintang” benar-benar
keren. Kalimat-kalimat yang dibuatnya terlalu indah, bahkan aku
yang sudah hampir 7 tahun bergelut dengan dunia editing novel saja masih kalah
jauh dengannya. Kalau boleh dibilang, si Rooftop Prince ini terlalu
puitis! Selain itu, nama penulis yang dipakainya juga unik, Rooftop Prince. Pangeran Atap? Hmm ... ada apa dibalik nama itu? Sumpah, aku benar-benar tak sabar bertemu dengan orang itu, orang yang sudah
mengingatkanku pada masa sepuluh tahun lalu.
-Flashback-
Perpustakaan Kampus, suatu siang.
”Kau sedang menulis apa?” tanyaku
polos sambil melihat tulisan di buku yang ada di depan Yoochun.
Namja itu terkejut melihat
penampakanku yang tiba-tiba dan langsung menutup bukunya. Hmm, membuatku tambah
penasaran. Aku mengambil tempat duduk di sampingnya. Perpustakaan sedang sepi,
mungkin karena ini sudah hampir jam makan siang. Aku dan Yoochun lebih sering
menghabiskan waktu di perpustakaan. Kami sama-sama menyukai buku dan segala hal
yang ada di dunia buku.
”Kau kenapa?” tanyaku sambil menatap
wajahnya yang kelihatan masih gugup.
”Aniiyo ...”
”Aku mau lihat.” pintaku sambil meraih
buku yang sedang ditulisnya tadi.
Tapi dengan cepat Yoochun mengambilnya
dan memasukkannya ke dalam diktat kuliahnya.
”Wae?”
Yoochun tersenyum. Dan itu membuatku
cemberut.
”Anii .. geunyang ... aku sedang
latihan menulis fiksi.”
”Mwo? Fiksi?” keningku berkerut.
Yoochun mengangguk lalu dia
melanjutkan menata buku-buku yang bertebaran di depannya. Kulihat sekilas ada
beberapa buku sastra. Namja itu benar-benar menyukai sastra. Tapi kenapa dia
memilih jurusan arsitektur? Hmm, sebenarnya ini juga pertanyaan buatku. Aku
juga sudah jatuh cinta dengan sastra tapi aku justru kuliah di jurusan
arsitektur, sama seperti Yoochun. Kami satu angkatan, dan satu kelas. Itulah mungkin kenapa aku sangat suka berteman dengannya, banyak kesamaan diantara kami.
”Hmm ... apa didalamnya ada kisahku?”
tanyaku tiba-tiba.
Aku iseng menggodanya ... atau
sebenarnya aku memang penasaran? Entahlah.
Dia hanya diam. Lalu menatapku. Mata
kami bertatapan satu sama lain dalam beberapa detik lamanya.
”Apa aku boleh menuliskan kisahmu?”
dia balik bertanya.
Aku menjadi gugup mendengar pertanyaan namja itu.
Oh Tuhan, apa ini? batinku resah.
-Flashback
End-
Ya, ini aku. Kim Hyorin. Seorang editor buku yang
kadang-kadang juga menulis buku. Aku spesialis mengedit fiksi seperti novel. Kadang kalau aku sedang
bersemangat, aku juga menulis novel. Sebenarnya dulu aku seorang arsitek bahkan
sempat menekuni dunia arsitektur selama hampir 3 tahun sejak kelulusanku. Tapi
ternyata jiwaku adalah jiwa penulis. Aku memutuskan untuk resign dari
pekerjaanku sebagai arsitek dan memulai duniaku yang baru sebagai editor. Aku
sangat menikmati duniaku yang sekarang.
“Hyorin, ada tamu untukmu.” Tiba-tiba
Seungyeon, rekan kerjaku, memberitahu kalau ada tamu untukku.
”Oh, siapa?”
”Katanya dia sudah ada janji denganmu.
Dia bilang naskahnya sedang kau edit sekarang.” ujar Seungyeon sambil berlalu dari ruanganku.
Ah, Rooftop Prince?
”Ah ... ne, gomawo Seungyeon-ah ...”
Kurapikan meja kerjaku. Lalu dengan
segera kulangkahkan kaki menuju ruang meeting. Ya, ruang meeting memang biasa kugunakan untuk bertemu dengan klien perusahaan ini. Entah kenapa, padahal sebenarnya disini juga ada ruang khusus untuk para tamu perusahaan, tapi aku lebih suka bertemu dengan mereka di ruang meeting. Mungkin karena ruang meeting ini mempunyai jendela yang tepat menghadap pemandangan separuh kota Seoul jadi tidak terlihat sumpek.
Kupercepat langkahku karena aku
sudah tidak sabar untuk bertemu dengan si Rooftop Prince itu. Begitu sampai di ruang meeting,
kulihat ada seorang namja berdiri menghadap jendela.
”Annyeonghaseyo!” sapaku.
Namja itu menoleh. Dan betapa
terkejutnya aku ketika aku tahu siapa namja itu. Park Yoochun!
Yoochun ... ? Solma .... batinku mulai bertanya-tanya.
Yoochun pun menampakkan ekspresi yang
sama denganku. Dia juga terkejut mengetahui bahwa editor yang akan ditemuinya
adalah aku, Kim Hyorin, teman kampusnya dahulu.
Beberapa detik kemudian, kami hanya
diam mematung sambil menatap satu sama lain, hingga aku tersadar bahwa
dihadapanku adalah sang Rooftop Prince, penulis yang naskah novelnya sedang kuedit.
Pantas saja aku seperti mengenal kisah itu ... Geez, kenapa aku terlambat menyadarinya? kucoba menguasai diriku.
Kupersilahkan Yoochun duduk.
”Aku ... aku ...” sekarang aku malah bingung
harus berkata apa.
Tapi
namja itu dengan sigapnya segera mengendalikan rasa gugupnya. Dia terlihat lebih tenang daripada aku.
Oh Tuhan, jantungku benar-benar ingin melompat keluar!
”Aku juga tak tahu kalau editor yang
akan kutemui adalah kau.”
Aku mencoba tersenyum.
”Ternyata itu kau? Pangeran Atap??” kucoba mencandainya untuk mencairkan kebekuan diantara kami.
Yoochun
tertawa kecil mendengarnya.
”Iya, itu aku.”
Sekarang, aku baru sadar kalau dunia
ini benar-benar sempit. Kukira setelah pertemuanku dengannya beberapa waktu
yang lalu di sebuah pesta, aku tak akan bertemu lagi dengannya. Ya, kukira itu
pertemuan terakhir kami. Tapi sepertinya Tuhan sedang menuliskan takdir lain
diantara kami.
Kami pun mulai berdiskusi mengenai proses
editing novelnya. Aku bilang padanya bahwa novel yang ditulisnya sangat bagus.
Detail, timing-nya tepat dan kata-kata yang dibuatnya sangat indah.
Beep. Beep.
Di tengah percakapan kami, sebuah
pesan masuk di ponselku.
“Chakkamanyo ...” aku ijin membuka
ponselku sebentar.
Hyo, jangan lupa besok kita harus
fitting baju.
Saranghae, uri goyangi ^^
Dari : Jae Oppa
Fitting baju?
Pesan dari tunanganku, Jaejoong,
membuatku tertegun. Fitting baju. Sebenarnya aku masih ingat kalau besok aku ada janji
dengannya untuk fitting baju pengantin di sebuah butik. Hanya saja, kenapa pesan itu datang saat aku sedang berhadapan dengan Yoochun?
Saranghae, uri goyangi .... Setiap
kali dia meninggalkan pesan untukku, dia tak pernah sekalipun lupa mengucapkan
itu padaku. Dia memang selalu romantis dan penuh perhatian. Dia memanggilku goyangi bahkan sejak pertemuan pertama kami. Dia bilang mataku seperti mata
kucing dan dia sangat menyukainya.
”Ada
masalah, Hyo?” tanya Yoochun membuyarkan lamunanku.
Kutatap namja itu.
Perasaan apa ini?
*****
Seoul, siang hari di sebuah butik.
”Tidak, tolong batalkan meeting hari ini. Aku sedang …” seketika
Jaejoong memutus pembicaraannya di telepon.
Tuhan, apa ini bidadari yang kau turunkan untukku? batin Jaejoong dalam hati.
Jaejoong terpana melihat pemandangan di depannya. Hyorin, yeoja yang sangat dicintainya itu,
berdiri dengan mengenakan sebuah gaun pengantin.
Jaejoong berjalan mendekati Hyorin.
”Wae?”
tanya Hyorin.
Jaejoong hanya tersenyum dan menatap
Hyorin lebih lama.
”Wegure?
Kenapa kau menatapku seperti itu?”
Siang ini Jaejoong dan Hyorin sengaja
datang ke sebuah butik yang cukup
terkenal di salah satu pusat kota Seoul. Karena hari pernikahan yang sudah
hampir dekat, mereka pun harus segera fitting baju pengantin. Setelah
berdiskusi sebentar, mereka sepakat untuk memakai gaun internasional di hari
pernikahan. Sedangkan hanbook hanya
akan dipakai oleh keluarga besar mereka.
”Hyorin, kau yakin akan menikah
denganku?”
Hyorin terkejut mendengar pertanyaan
Jaejoong.
-Flashback-
Namsan Seoul
Tower, ditengah hujan salju.
”Kau ini, sudah kubilang untuk tidak
menungguku. Babo!”
Hyorin kesal melihat Jaejoong yang kedinginan
menunggu dirinya di depan Namsan Seoul Tower yang terletak di pusat kota Seoul.
Apalagi salju mulai turun jadi sudah dipastikan betapa dinginnya kota Seoul.
Hyorin sudah bilang kalau dia akan pulang terlambat karena masih banyak tugas
kantor yang harus diselesaikannya. Tapi Jaejoong yang mengajaknya untuk bertemu
di Namsan Seoul Tower jam 8 malam itu tak peduli. Namja itu bahkan menunggu Hyorin hingga hampir 2 jam lamanya.
Wajahnya hampir beku karena salju mulai turun.
”Wasso?”
Jaejoong tersenyum menatap Hyorin.
Jaejoong menggenggam tangan yeoja itu.
“Oppa,
kau kedinginan?” Hyorin melepas sepasang sarung tangan miliknya dan
mengenakannya di tangan Jaejoong.
”Hyorin ...”
”Ne?”
Hyorin mengusap-usap kedua tangan Jaejoong
untuk mengurangi rasa dingin. Jaejoong hanya diam memperhatikannya.
”Hyorin, will you
marry me?”
Hyorin terkejut dan menatap Jaejoong. Apa dia tak salah dengar atau Jaejoong sedang bercanda dengannya.
“Aku serius.”
Ottokhe … Hyorin gelisah.
”Aku mungkin bukan yang terbaik yang
pernah kau temui. Tapi aku bisa gila jika kau pergi dariku. Aku benar-benar
mencintaimu. Aku selalu meminta pada Tuhan agar jangan mengambilmu dariku. Aku
ingin menjalani sisa hidupku bersamamu. Aku ingin hidup denganmu, berdua.
Selamanya. Saranghae, uri goyangi....”
Hyorin masih diam.
Tuhan, beri aku keyakinan bahwa dia
adalah orang yang kau kirimkan untukku... batin Hyorin setengah berdoa untuk
meyakinkan dirinya.
”Aku ... aku ...” ucap Hyorin
terbata-bata.
Seketika rasa gugup menjalari
tubuhnya. Detak jantungnya bahkan mungkin terdengar keras sekali. Sementara
Jaejoong masih sabar menunggu jawaban yeoja
itu.
”Aku ... juga ingin hidup berdua
denganmu. Saranghae, Jae-ssi ...”
”Jjinja?”
tanya Jaejoong setengah tak percaya.
”Ne
...” Hyorin mengangguk.
Jaejoong sangat gembira mendengar
jawaban yeojachingu-nya itu.
Dipeluknya sang yeoja erat-erat.
”Gomawo,
Hyorin-ah ....”
Mianhe, Jae-ssi ... entah
kenapa Hyorin setengah merasa bersalah.
-Flashback End-
”Oppa,
kau bicara apa?”
”Oh ... anii, hanya saja aku merasa .... kau tidak mencintaiku ....”
”Oppa
… ” Hyorin kaget mendengar ucapan tunangannya itu.
Hyorin, apa kau benar-benar mencintaiku? Aku merasa hatimu tidak sepenuhnya
untukku …
Keduanya diam membeku dengan pikirannya masing-masing.
“Oppa, kau …”
Tiba-tiba seseorang datang menghampiri
keduanya.
”Ah, Yoochun-ssi ...” Hyorin kaget melihat kedatangan Yoochun.
Jeongmal yeppeoyo ...
batin Yoochun dalam hati melihat Hyorin memakai gaun pengantin.
”Annyeonghaseyo,
Hyorin-ssi ... Jaejoong-ssi.” sapa Yoochun seraya menganggukkan
kepala.
Jaejoong menoleh ke belakang.
”Ah, Yoochun-ssi! Kau disini? Kau sedang fitting
baju juga?”
Ah, jadi benar ... mereka sedang fitting baju, itu
artinya mereka akan menikah.
”Ah, anii. Aku hanya mampir saja. Kebetulan pemilik butik ini adalah
Ibuku.”
Hyorin kaget, dia baru tahu kalau
pemilik butik ini adalah eomma-nya
Yoochun. Selama berteman dengan Yoochun, Hyorin memang tak pernah sekalipun
tahu kalau eomma Yoochun adalah
seorang designer dan memiliki butik. Hyorin memang mengenal eomma Yoochun tapi ini adalah pertama
kalinya Hyorin datang ke butik yang sengaja dipilih oleh Jaejoong. Sekarang
Hyorin sedikit menyesal kenapa dia harus datang dan memesan baju di butik itu.
”Whoaa!! Benar-benar kebetulan.” ujar Jaejoong.
Hyorin
setengah tersenyum.
“O
ya, bagaimana pengantinku? Cantik bukan?” Jaejoong meminta pendapat Yoochun
tentang gaun yang dipakai Hyorin.
Yoochun
hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman.
Tuhan, sebenarnya apa yang ingin kau tulis untuk
takdirku? Hyorin mulai merasakan kegelisahan dalam hatinya.
*****
Note :
Namja : laki-laki
Yeoja : perempuan
Ne : ya
Annyeonghaseyo/
Annyeong : selamat pagi, siang, sore, apa kabar
Anii/ aniiyo : tidak
Wae : kenapa
Solma :
mungkinkah?
Geunyang :
hanya, cuma
Mianhe : maaf
Gwenchana : tidak apa-apa, baik-baik
saja
Mwo : apa?
Gomawo : terimakasih (informal)
Chakkamanyo : tunggu sebentar
Saranghae : aku mencintaimu
Uri : kita
Goyangi : kucing
Wegure : ada apa
Wasso : kau sudah
datang
Will you marry me? : maukah kau
menikah denganku?
Ottokhe : bagaimana ini
Jjinja : sungguh?
Jeongmal yeppeoyo : benar-benar cantik sekali
Eomma : Ibu
Mianhe, entah kenapa tulisannya agak amburadul.
Feel-ku masih di ICTLY wkwkkwkwkwk
-_-a
silahkan temukan update-annya DISINI.
^^